Selasa, 13 Desember 2011

Orang Pintar

Bagaikan gula dirubung semut, begitulah nasib anak pintar klo lagi dikelas. Hasil latihan atau PR-nya selalu (dikerubutin) jadi incaran anak-anak yang malas mengerjakan latihan ataupun PR. Tapi setiap anak beda-beda, mereka punya keunikannya sendiri. Ada anak yang nilai akademisnya luar biasa, namun sosialisasi pada lingkungannya kurang. Ada juga anak yang nilai akademisnya kurang, tapi hasil olah fisik maupun estetisnya sangat mengagumkan.

Kadang saya suka gak ngerti dengan penyamarataan hasil ujian akademis, karena menurut saya setiap anak itu beda. Gak seharusnya disamaratakan (yaah…walaupun tujuannya bagus untuk memacu anak agar lebih giat belajar). Menurut saya, orang yang paling berhak menilai baik tidaknya seorang anak adalah orang yang telah memberinya pelajaran sehari-hari (tidak termasuk orang tua) dari rajin tidaknya mengerjakan tugas, dari akhlak dan budi pekerti keseharian dan hal lainnya.

Bagi saya, orang pintar bukanlah mereka yang bisa menghafal isi buku, melainkan mengerti esensinya dan mampu mengaplikasikan ilmu pengetahuan di kehidupan nyata.




Jumat, 02 Desember 2011

Pengagum Bintang


Kenapa harus Bintang? (pertanyaan klise). Sama seperti orang-orang diluar sana yang mengagumi para bintang. Bintang kelas, Bintang film, Bintang lapangan (gak pernah kan orang-orang menyebutnya dengan kata bulan). Nah…kenapa mereka disebut bintang. Karena mereka adalah orang yang paling diharapkan untuk sebuah keberhasilan dan bahkan kemenangan.

Saya pun pengagum bintang, bagi saya bintang itu sama halnya dengan sebuah harapan. Harapan untuk sebuah keberhasilan hidup. Dimalam yang gelap akan terasa ceria ketika bintang bersinar. Begitupun dalam hidup, akan terasa bersemangat ketika saya memiliki harapan. Lantas bagaimana jika malam hari gelap tanpa bintang? Apakah hidup saya pun akan pupus harapan. Ya gak laaah… selama saya masih bernapas, selama saya masih bisa bertemu malam, selama itu pula saya masih dapat menatap bintang (harapan).

Laksana menatap bintang di langit, seperti itulah saya memandang sebuah harapan...

















Kamis, 01 Desember 2011

Bersyukurlah!


Saya mau berbagi cerita nih (bukan ide pribadi sih). Saya hanya mengutip cerita dari sebuah film pendek yang menurut saya begitu mengesankan. Mengingat cerita ini adalah cara jitu disaat rasa syukur dalam hidup saya mulai luntur agar saya senantiasa bersyukur…

Senja hari di sebuah jalan besar menuju ke perkampungan. Lengang, dengan pohon² disisi jalan dan rintik hujan yang mulai turun satu per satu membuat suasana saat itu begitu syahdu. Diwaktu yang hampir bersamaan.

Terlihat sepasang suami istri yang sedang berjalan pulang usai bekerja. Sepanjang jalan mereka bercerita dan sesekali bercanda. Tak terasa hujan pun mulai deras. Tiba² melintaslah sebuah sepeda motor yang dikendarai oleh sepasang suami istri lainnya dengan menyisakan cipratan air hujan di aspal.

Ibu      : tuh pak, coba klo bapak punya motor, klo hujan gini kan kita bisa cepet sampai rumah.
Bapak : ah ibu, enakan juga kayak gini, romantis
              (sambil memetik daun pisang untuk memayungi mereka)
kemudian hening seketika…(berjalan sambil merangkul pundak sang istri)

Sementara itu di teras sebuah gubuk kecil suami istri yang mengendarai motor tadi berteduh dari hujan deras. Tiba² sebuah mobil tua melintas di hadapan mereka.

Bunda    : tuh yah, coba klo ayah punya mobil, pasti kita gak akan kebasahan kalo hujan begini
Ayah      : sudahlah bun, mana sanggup kita beli mobil, uang dari mana?
kemudian hening seketika…(sambil menatap motor mereka yang terguyur hujan)

Dan tak jauh dari tempat berteduh tadi terlihatlah mobil tua yang ditumpangi suami istri mulai berhenti dipinggir jalan. Mobil mereka turun mesin. Akhirnya sang suami terpaksa keluar untuk memeriksa kondisi mesin mobil. Tiba² meluncurlah sebuah mobil mewah nan elegan menerobos derasnya hujan.

Mama : tuh pah, coba klo papa beli mobil baru, pasti gak akan kayak gini, dikit² mogok, 
               mama bosen pa kayak gini terus
Papa    : aduh mama…uang kita mana cukup untuk beli mobil mewah
kemudian hening seketika…(sambil memperhatikan sang suami sedang memperbaiki mobilnya)

Sedangkan didalam mobil mewah, tidak didapat sepasang suami istri. Hanya seorang suami yang sedang berbicara melalui telpon genggamnya

Papi     : mami, dimana mi? kita jadi makan malam bersama kan?, mami cepat pulang ya mi..
Mami  : aduh pi, maaf ya pi. Mami masih ada meeting dengan klien, papi makan duluan saja ya.
              Mungkin larut malam nanti mami baru pulang. Dah papi…

Tiba² saja mobilnya di rem mendadak, dilihatnya sepasang suami istri yang berpayungkan daun pisang melintas menyebrangi jalan. Dalam hati sang suami itu berkata “oh betapa bahagianya pasangan itu, seandainya kami seperti mereka, bisa selalu bersama²” (sambil menatap pasangan berpayungkan daun pisang itu berlalu).

Nah…begitulah ceritanya. Gimana menurut kalian?
Terkadang kita selalu melihat bahwa kehidupan orang lain lebih enak, lebih mudah, lebih bahagia, lebih…lebih…dan lebih. Itulah sebabnya kenapa kita tidak merasa bahagia, karena kita tidak bersyukur dengan apa yang kita miliki saat ini.

´´Jangan tunggu bahagia dulu baru kamu bersyukur,
bersyukurlah maka kamu bahagia´´