Rabu, 13 Juni 2012

Surat Pengakuan Dosa

Kepada,
Sang Maha Pemberi Kasih Sayang


Tuhan, inikah caraMu menegurku
Tuhan, inikah caraMu menghukumku
Aku tahu aku salah
Aku sadar ini dosa
Namun aku cuma manusia
Yang punya hasrat untuk bercinta

Dulu aku memang sering melakukannya
Selalu saja bercinta dengan dia
Walau belum ada ikatan tuk hidup bersama
Tapi kami melakukannya atas nama cinta

Empat tahun sudah kini pengabdianku
Selalu menjaga kesetiaanku pada suamiku
Kami hidup bersama dalam sebuah ikatan cinta
Hingga aku merasakan bahagia

Tapi kenapa Tuhan?
Kau beri hukuman ini kepadaku sekarang
Saat ku ingin membahagiakan orang yang ku sayang
Kanker serviks ini menderaku
Saat ku sudah kembali ke jalanMu

Tuhan tolong aku
Kuingin membahagiakan mereka
Izinkan aku kali ini saja
Berikan aku seorang keturunan
Agar aku merasakan menjadi wanita seutuhnya

Yang ku mampu kini hanyalah berserah diri
Dan memohon padamu Tuhan
Tolong hentikan hukuman ini


Hambamu,
Titi (bukan nama sebenarnya)


P.S. Ikhlaskanlah…Semoga sakitmu dapat melebur dosa-dosamu

 


Jumat, 08 Juni 2012

Dia lebih menyayangimu

         Tawa renyah dan senyuman khas selalu hadir disetiap sapaannya. Seseorang yang akan selalu saya ingat. Seseorang yang selalu mengisi hari-hari belajar saya dengan canda, tawa, tangis dan curhatnya.

          Hilda, begitulah nama panggilannya yang selalu dia sebut dalam perkenalannya. Lebih dari seorang teman sebangku, sahabat lebih tepatnya untuk menggambarkan sosok Hilda. Nur Hidayanti nama lengkapnya, anak keturunan Betawi asli. Berkulit putih, berkacamata, dengan postur tubuh yang agak gemuk namun tidak terlalu tinggi sampai terkadang dia harus mendongakkan kepalanya saat berbicara dengan saya ketika kami sedang jalan bersama. Mirip pemeran serial anak Saras 008, yah seperti itulah kira-kira tampangnya.

        Dua tahun duduk sebangku disekolah membuat saya paham betul dengan sosoknya. Dia selalu ceria walau kadang ada saja masalah dirumahnya. Kami sering main bersama, dia main kerumah saya atau saya main kerumah dia. Untuk belajar kelompok atau hanya tuk sekedar cerita-cerita, nonton VCD atau rujak party saat pohon jambu di teras rumahnya sedang berbuah. Hilda selalu antusias saat dia menceritakan seseorang yang tengah dekat dengannya. Bobby, cowok itu yang bisa merebut hatinya.

          Setelah lulus SMA, Hilda memutuskan untuk bekerja. Dia tidak melanjutkan kuliah. Begitupula dengan saya, yang harus hijrah ke kota Bogor karena mendapat tawaran kerja. Hampir setahun kita berdua ‘lost contact’. Mungkin karena kita sama-sama sibuk bekerja. Tahun berikutnya saat saya melanjutkan kuliah, dia masih tetap bekerja. Kami masih sempat bertemu, saat itu saya iseng main kerumahnya. Hilda masih seperti biasa, bugar dan selalu ceria. Kuliah sambil kerja membuat saya tidak punya waktu untuk main kemana-mana. 

Hingga beberapa bulan kemudian, saya mendapat kabar bahwa Hilda sahabat saya sakit parah. Saya datang kerumahnya, ternyata benar. Hilda mengidap leukemia. Walau dia berusaha ceria namun tetap ada raut kesedihan dimatanya. Hilda cerita bahwa leukemia yang dideritanya sudah masuk stadium lanjut. “Tuhan, separah itukah penyakitnya” pikir saya dalam hati. Mungkin karena gaya hidup ditempat dia bekerja. Hilda sering mengkonsumsi minuman pembangkit stamina kerja kala ia merasa lelah. Ditambah lagi faktor pola makan dan shift kerja yang tidak beraturan.

Hilda, tubuhmu menjadi kurus, lebam-lebam dikulit putihmu menandakan bahwa sel-sel itu menggerogoti tubuhmu. Dia meminta maaf saat saya berpamitan pulang. Saya meminta ia untuk bersabar dengan penyakitnya. Beberapa hari minggu kemudian, saya mendapat telpon dari adiknya. Hilda dirawat dan membutuhkan donor darah pengganti untuk transfusi. Hilda drop lagi. Malam itu juga saya pergi ke PMI untuk mendonorkan darah saya sebagai donor pengganti. Beberapa hari, belum sempat lagi menjenguk Hilda dirumah sakit. Saya mendapatkan kabar bahwa sahabat saya telah berpulang. Saya sedih, tak ada lagi wajah ceria, tak ada lagi tawa renyah, tak ada lagi senyuman khas, tak ada lagi tempat curhat.

Mungkin ini memang jalannya. Hilda...kita semua sayang kamu, orangtuamu, keluargamu, Bobby dan juga saya. Tapi percayalah bahwa DIA lebih menyayangimu dan selalu menjagamu.

Selamat jalan Hilda…bahagiamu disana bersama DIA

Sahabatmu,

EndNov