Aku
dan kamu. Kita adalah sepasang muda-mudi yang sedang jatuh cinta. Berjalan ditepi pantai, diiringi debur ombak yang menyapu pasir putih. Duhai indahnya, dunia ini terasa milik kita berdua.
Di
jalan itu kamu rangkul aku. Dekapanmu seolah kamu takut kehilangan aku. Dan malam
itu kamu berkata seraya berbisik “aku ingin katakan sesuatu padamu”. Aku hanya
diam tak menjawab, berharap kamu melanjutkan bicara. Lalu kamu bertanya
kepadaku “maukah kau naik perahu dan ikut bersamaku? aku akan membawamu
mengarungi samudra menuju pulau bahagia. Disana kita akan hidup bersama
anak-anak kita”.
Mungkin
kamu pikir aku akan bahagia dengar kata-kata itu. Ternyata tidak bagiku. Walaupun
aku sedang jatuh cinta namun aku masih memiliki logika. “Bagaimana bisa aku
ikut denganmu jika aku harus khianati Tuhanku. Bukankah aku bisa lebih
mengkhianatimu jika Tuhanku saja mampu aku khianati” begitu pikirku saat itu
dalam hati.
“Maaf,
aku tak bisa naik perahu bersamamu. Sesungguhnya arah tujuan kita berbeda. Tidak
ada pulau bahagia bagi kita” jawabku.
“Ada,
aku akan membawamu kesana. Naiklah perahuku dan ikutlah bersamaku” desakmu.
“Sekali
lagi maaf, aku tidak bisa ikut denganmu” jawabku seraya pergi meninggalkanmu.