Cerita ini saya copas dari artikel sebuah situs media online, saking sukanya baca kisah ini makanya saya publikasikan juga (copas maksudnya hehe..) di blog saya. Semoga kisah ini bukan hanya menjadi inspirasi buat saya tetapi bisa menjadi inspirasi buat pembaca yang lainnya.
Anak-anakku tersayang, perempuan maupun laki-laki. Tuhan telah
menempatkan seluruh kekayaan-Nya di dalam diri kita. Dia telah
menganugrahkan kepada kita kekayaan mubarokat, kekayaan tiga
dunia. Temukanlah khazanah ini melalui perilaku yang baik. Kekayaan itu
benar-benar ada, namun tersembunyi jauh di dalam diri kita. Kita
sendirilah yang telah menguburnya, terpendam oleh rasa iri dan dengki,
dan kini kita musti menggalinya dalam-dalam untuk memperoleh kembali
kekayaan itu. Kita musti mengeruk dan menepis jauh-jauh kegelapan untuk
memperolehnya.
Anak-anakku terkasih. Untuk menjelaskannya, ijinkan aku bercerita tentang sebuah kisah. Cerita tentang Rasulullah s.a.w.
Di kota Madinah, tersebutlah seorang tua. Hidupnya sangatlah nestapa.
Kesulitan demi kesulitan menimpanya, masalah demi masalah. Ia
mengadukan nasib hidupnya ini kepada orang-orang yang kemudian
menyuruhnya pergi ke tempat ini dan itu. Awalnya ia memohon kepada raja
dan raja berkenan membantunya, namun pak tua itu tak beroleh banyak dari
uluran tangannya. Lalu ia pergi ke para guru yang kemudian membantunya
ala kadarnya, namun ia tetap miskin. Tampaknya tak seorang pun sanggup
mengangkat kesulitan yang dihadapinya. Tak satu pun cara mampu mengubah
keadaannya. Dan tiada henti ia bertanya siapa gerangan yang dapat
mengakhiri kesengsaraan hidupnya ini.
Lalu, seseorang memberi nasihat kepadanya, “Temuilah Rasulullah
s.a.w. dan mintalah tolong kepadanya. Ia tinggal di ujung sana. Pergilah
kepadanya.”
Maka pengemis tua itu pergi menemui Muhammad s.a.w., “Wahai,
Rasulullah. Kehidupanku sungguh sulit,” ujarnya. “Aku datang meminta
tolong kepadamu demi mengakhiri kenestapaan ini.”
“Wahai, saudaraku, sebab itukah kau datang kemari? Bagus sekali,”
jawab Rasulullah s.a.w. “Baiklah, kini serahkan kepadaku semua yang kau
miliki.”
“Wahai Rasulullah, aku tak punya apa-apa!” seru orang tua itu.
“Tak punya sama sekali? Sungguh sulit memang bila kau tak punya
apa-apa. Pastilah engkau memiliki sesuatu. Ada satu hal yang semestinya
kau miliki agar kesulitanmu itu sirna. Tahukah kau apa itu? Satu hal itu
adalah Allah s.w.t. Jika engkau ‘memiliki’ Allah, maka tiada yang akan
menyulitkanmu. Namun bila tidak, engkau akan senantiasa dirundung
kesengsaraan. Engkau hanya akan menjadi kaya bila engkau memiliki yang
satu itu.”
“Benarkah?” tanya pak tua.
“Tentu. Maukah engkau menyimpan satu hal itu?”
“Bilamana saja aku memilikinya, sepertinya aku akan menyimpannya. Tapi kini aku tak memilikinya,” keluh pengemis tua itu.
“Baiklah. Pertama, teguhkanlah imanmu, keyakinanmu. Ucapkan, ‘La ilaha ill-Allahu Muhammadur-Rasulullah:
tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-nya’. Ini adalah
jalan menuju kekayaan itu. Maka pertama, tegakkan jalan itu di hatimu
yang terdalam, di dalam qalb-mu. Namun sekarang, serahkan padaku segala yang kau miliki.”
“Apa maksudmu?” tanya pak tua itu.
“Serahkan saja padaku apa saja yang kau miliki. Apakah kau tak punya sesuatu yang bisa kau berikan padaku?”
“Ya. Aku punya satu sen.”
“Berikan padaku,” ujar Rasulullah s.a.w. dan pak tua itu pun menyerahkan uangnya satu-satunya.
Lalu Rasulullah s.a.w. bertanya lagi, “Apa lagi yang engkau punya selain ini?”
“Tidak ada. Cuma itu.”
“Jika cuma ini yang kau miliki, mustinya tiada yang akan
menyulitkanmu. Tapi engkau menyimpan duka lara itu, kemiskinanmu,
kenestapaanmu. Serahkan itu semua kepadaku, dan simpan apa yang tadi
kuberikan kepadamu: Kalimah itu. Berikan padaku yang lainnya,
pikiran-pikiranmu, masalahmu, dan kesedihanmu. Simpan kekayaan Allah dan
buang segala duka dan apa saja yang menyengsarakanmu. Serahkan kepada
Allah s.w.t.”
Maka Rasulullah s.a.w. mengambil uang itu dengan satu tangan, lalu memindahkannya ke tangan yang lain. Dan diserahkannya kembali uang itu kepada pak tua seraya berkata, “Ini adalah rahmat, kekayaan Allah. Ini, ambillah. Ambil ini dan jalankan perdagangan dengan baik.”
“Perdagangan macam apa yang bisa kujalankan hanya dengan satu sen?” tanya pak tua itu heran.
“Uang itulah perdagangannya,” jawab Muhammad s.a.w.
“Tapi bagaimana aku bisa berdagang hanya dengan satu sen?” ujarnya terus.
“Bukankah engkau berjanji akan menyimpan kekayaan lain yang tadi
keserahkan kepadamu. Simpan itu. Ambillah pula uang ini, dan
berdaganglah dengannya. Ambillah, dan jalani hidupmu.”
Maka pak tua itu pun mengambil uangnya, walau dengan sedikit
kebingungan, “Bagaimana mungkin aku berdagang dengan hanya satu sen
ini?! Engkau hanya mengembalikan uangku. Engkau tak memberiku sesuatu
yang lain!”
“Aku mengubahnya. Engkau berikan kepadaku dan aku mengubahnya. Kini
uang itu bukan sekedar satu sen. Sebelumnya memang satu sen, namun
ketika aku mengambilnya, aku memindahkannya dari tangan yang satu ke
tangan yang lain. Kini uang itu tak lagi satu sen. Uang itu kini adalah rahmat, kekayaan Tuhan. Ambillah, itu adalah rahmat.” Maka orang tua itu mengambilnya dan pergi.
Pada saat yang sama, sang raja sedang menderita bengkak yang amat
parah di kakinya, penuh nanah dan darah yang tak seorang pun sanggup
menyembuhkan. Lalu salah seorang tabib memberi nasihat kepada sang raja,
“Satu-satunya cara untuk menyembuhkannya adalah dengan meletakkan satu
sen di atas luka itu. Maka bengkak itu pun akan sembuh.”
Maka sang raja memerintahkan para menterinya untuk mencari orang yang
memiliki satu sen. Tepat ketika itu pula, pak tua tadi berdiri tak jauh
dari situ seraya memandangi uang miliknya dan merenungi bagaimana cara
menggunakannya. Salah seorang menteri menemukan pak tua itu, lalu
membawanya ke hadapan sang raja. “Apa yang ada di tanganmu itu? Serahkan
padaku. Aku akan mengganti dengan satu kepeng untuk satu sen uangmu,”
ujar sang raja, dan pengemis tua itu pun memberikan satu sen uangnya.
Sang raja menyerahkan satu kepeng, dan meletakkan satu sen di atas
lukanya. Karena uang itu mengandung rahmat Rasulullah s.a.w., bengkak di kaki sang raja pun mengering seketika dan tak lama kemudian sembuh.
Riang rasanya hati pak tua. Ia mengambil uang pengganti itu dan pergi
untuk membeli unta, sapi, kambing, sebidang tanah, dan kurma. Ternak
dan kebunnya tumbuh pesat, jumlahnya pun berlipat. Dan tak lama
kemudian, ia pun telah memiliki berbagai buah-buahan, kurma, susu dan
sari kurma. Ia membungkusnya dan membawanya kepada Rasulullah s.a.w.
yang memandangnya seraya berkata, “Wahai saudaraku, apa ini semua?”
“Wahai, manusia agung. Allah s.w.t. telah memberiku kekayaanmubarokat,
kekayaan tiga dunia. Kini aku mengerti. Engkau memberiku satu kepeng
lewat satu senku itu, dan begitu banyak kekayaan mendatangiku semenjak
itu, dan kini aku membawanya di hadapanmu.”
“Benarkah?” kata Rasulullah s.a.w. “Bagus sekali. Allah-lah yang
telah menganugerahkannya bagimu. Dan kepada siapa engkau membagi
semuanya ini? Apakah engkau berbagi dengan orang lain yang berkesulitan
seperti yang engkau alami dulu?”
“Tidak, aku belum berbagi dengan siapa-siapa. Aku ingin menghadiahimu
terlebih dulu. Aku telah memiliki rumah, istana, benteng, kebun kurma
yang luas, unta, sapi, kerbau, dan kekayaan yang melimpah.”
“Ingatkah engkau akan kesengsaraanmu dulu?” tanya Rasulullah s.a.w.
“Bukankah bila engkau ingat dan mengerti, pasti engkau akan membantu
semua fakir miskin di sekelilingmu? Engkau seharusnya membantu mereka.
Allah s.w.t. telah memberimu banyak sekali, dan sudah semestinya engkau
berbagi dengan mereka. Bagilah kekayaan yang telah Tuhan anugerahkan itu
kepada mereka yang kelaparan, nestapa, dan miskin. Bantu mereka. Kini,
pergi dan bantulah mereka.”
“Allah s.w.t. adalah satu-satunya kekayaanku. Dialah kekayaan yang
telah Dia berikan kepadaku. Aku tak menginginkan kekayaan yang Dia
anugerahkan kepadamu. Berbagilah dengan orang-orang di sekitarmu.”
Inilah yang dikatakan Rasulullah kepada pak tua itu.
Seperti itulah, anak-anakku. Jika engkau bertemu dengan seorang Guru seperti Rasulullah s.a.w ini, maka sang Guru akan mengubah
apapun yang engkau berikan kepadanya. Jika engkau memberinya satu sen,
ia akan mengubahnya. Dan jika engkau menerima dengan hati-hati apa yang
ia kembalikan kepadamu, maka rahmat itu akan menjadi kekayaanmu. Ia akan mengubahnya, dari tangan yang satu ke tangan yang lain, dan mengembalikan kepadamu sebagai rahmat, kekayaan Allah. Itu akan menjadi kekayaanmu yang sesungguhnya, kekayaan yang tiada habisnya.
Apapun yang engkau bawa kepadanya, pikiran, pengetahuan, daulat dan
harta, perilaku yang baik, ia akan mengubahnya dengan memindahkan dari
satu tangan ke tangan yang lain, lalu ia akan menyerahkannya kembali
kepadamu. Ia tak akan menyimpannya, karena hanya Allah yang ia butuhkan.
Ia akan menerimanya, memindahkannya dari tangan satu ke tangan yang
lain, lalu menyerahkannya kembali sebagai rahmat. Ia akan melipatgandakan apa yang engkau berikan dan mengembalikannya kepadamu.